Kita semua terlahir di dunia tak bisa dipesan lahir untuk terlahir dimana, tahu-tahu semono jogrognya lahir di Afrika, India, Amerika, bahkan di tanah Tlaga sekalipun. Sebuah desa di ujung pulau Jawa sebagai desa penyangga dan perlintasan 3 kecamatan, Gumelar sebelah timur, Karangpucung sebelah barat daya, Bumiayu sebelah Utara. Daerah pegunungan dengan curah hujan sedang, rumah-rumah penduduk ndarik di sepanjang jalan dan di lereng-lereng bukit. Di beberapa sudut desa masih dipagari rimbunnya hutan pinus, hutan tanpa hewan hanya sebatas serangga dan perdu.
Meninggalkan desa tercinta banyak dilakukan oleh para muda mengais rejeki dan mengelola adrenalin menjemput nasib. Mereka berpencar di belahan bumi lain untuk bisa turut membangun desa Tlaga. Lingkungan terbentuk karena sumbangsih secara personal dan lingkup keluarga, lalu menjadi koloni sosial dan ekonomi di masyarakat, hingga terlihatlah Tlaga saat ini. Meski di pinggiran, masyarakat Tlaga dikenal tidak terpinggirkan, mereka gigih di segala medan dan terpacu semangat di manapun.
Beberapa hal yang menarik untuk disimak dari perilaku masyarakat desa Tlaga adalah masih menjunjung nilai-nilai gotong royong yang sudah rapuh di Negeri ini. Meskipun tidak sehebat masa lalu, namun rasa kekeluargaan dan gotong royong masih ada di sudut-sudut desa, dan ini yang membanggakan. Jika di Jaman ini semua uang berbicara, namun di beberapa titik masih ada hati bicara dan uang diam saja bergeming. Orang-orang hebat juga kelak akan muncul dari desa ini, karena dukungan lingkungan yang terus berkembang dan bersinergi dengan dunia luar, modernisasi berjalan tanpa menanggalkan ruh tradisi leluhur desa Tlaga.
Mental para usahawan juga tumbuh bak jamur di musim hujan, dan mereka semua telah menemukan jalan yang tepat setelah lelah berjuang di negeri seberang. Jiwa-jiwa usahawan patut diapresiasi baik oleh lingkungan maupun oleh pemerintah setempat dengan memberikan perhatian penuh dan dukungan terhadap produktifitas. Mereka bisa memberikan lapangan pekerjaan paling tidak bagi sanak saudara dan handai taulan, angka pengangguran sudah dapat tertekan sepersekian persen dari total tingkat pengangguran nasional. Kata om Bob Sadino, seorang pengusaha terkenal, 'lebih baik segera bergerak dari pada berfikir' sangat menginspirasi jiwa-jiwa entrepreneur muda di Tlaga. Kalau ingin merujuk buku-buku motivasi untuk memulai usaha tidak perlu jauh-jauh, karena wonge dewek sudah menerbitkan buku untuk pencerahan, siapa lagi kalau bukan Pak Bambang Suharno wong Sumber yang saat ini aktif menjadi motivator di Jakarta dan mengelola beberapa perusahaan.
Rasanya tidak berlebihan, kalau lebaran nanti diundang untuk memberikan motivasi kepada para wirasusahawan dan para calon-calon pengusaha mudah di Tlaga. Tidak perlu di ruangan tertentu, cukup sambil santai di tempat wisata Tlaga yang kita miliki. Karena beberapa teman sudah terlanjur ingin kumpul-kumpul untuk melepas penat. Tapi namanya juga desa Tlaga, kalau lebaran pasti jalan raya ramai lalu lalang saling berkunjung satu sama lain, kumpulan yang tak ada habisnya. Seru tapi ujaku kayong tidak efektif, karena setiap tunggak/dinasti bikin organisasi keluarga sendiri. Sah-sah saja jane tapi jen, tumrapku tah jadi kurang ada persatuan. Lihat saja negeri yang elok ini terpecah belah karena setiap orang ingin bikin partai.
Aku ingin melihat Tlaga itu sejenis Tlaga, menyejukan dan meredam rasa busik hati para penghuninya. Semoga...
(KW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar