Desa Tlaga

Desa Tlaga

Jumat, 30 Juli 2010

Buku Bacaan

Minimnya sarana perpustakaan di sebuah kampung, khususon di kampung Tlaga, mendorong anak-anak mengoptimalkan kegiatan membaca di perpustakaan sekolah. Beberapa anak lainnya yang tidak begitu menyukai kegiatan membaca akan terbengkalai karena tidak ada sarana untuk merangsang kesukaan terhadap membaca buku.

Baru-baru ini ada informasi bahwa beberapa siswa sekolah dasar belum mendapatkan buku pelajaran dari sekolahan karena terbatasnya buku yang baku dari BOS dengan materi dan penerbit yang sudah ditentukan. Kalau pada tahun ajaran sebelumnya ada pembagian buku untuk dipinjamkan dan kemudian boleh digandakan/photo kopi, untuk saat ini beberapa siswa mengeluhkan tidak adanya lagi kemudahan tersebut. Paling hanya dipinjamkan saat pelajaran tengah berlangsung dan segera dikumpulkan ketika pelajaran tersebut usai.

Saya sudah minta klarifikasi dari rekan-rekan yang berprofesi sebagai guru, memang dapat diketahui bahwa terkadang meskipun sudah ada prosedur yang sudah ditetapkan mengenai buku pelajaran SD, dilapangan bisa saja terjadi sesuai dengan kebijakan wali kelas masing-masing.

Dengan tulisan ini, kami semua para orang tua murid berharap kepada kepala sekolah di Tlaga agar memberikan perhatian khusus akan situasi tersebut. Lain dari pada itu, pengadaan taman bacaan yang nyaman dan judul buku yang bervariasi tentu akan membuka pintu pengetahuan bagi generasi anak penerus masa depan.

Bayangkan saja, dari hal kecil yang dilakukan saat ini untuk anak didik kita, 20 tahun kemudian bisa jadi akan muncul menteri atau bahkan presiden dari dusun terpencil ini.

hu nus, kan?

Kamis, 29 Juli 2010

Tambang

Desa Tlaga yang merupakan daerah perbukitan dikelilingi hutan pinus dan jati, adalah desa perbatasan yang diapit 4 penjuru kecamatan:
1. Sebelah timur: Kecamatan Gumelar
2. Sebelah Selatan: Kecamatan Karangpucung
3. Sebelah Barat: Kecamatan Majenang
4. Sebelah Utara: Kecamatan Bumiayu

Kecamatan Gumelar memiliki gugusan perbukitan dari arah timur, kota Ajibarang yang kaya akan mineral berupa kapur dan batu gamping. Beberap bukit masuk wilayah gumelar dan sebagian besar masuk wilayah kecamatan Ajibarang. Masih di kecamatan gumelar, juga terdapat tambang emas tradisional yang pengelolaanya dilakukan oleh pemodal dan pemilik lahan. Tambang tersebut ada di wilayah desa Ratadawa.

Di daerah Tlaga sendiri belum ada penelitian secara khusus terhadap jenis tambang apa yang terdapat di perut bumi Tlaga. Beberapa warga sudah melakukan penggalian di beberapa titik namun hanya sekedar mengambil batu cadas untuk dijadikan material bangunan, baik bongkahan batu sebagai pondasi, maupun batu split untuk bahan campuran cor. Beberapa orang percaya di bukit tertentu di wilayah ini terdapat emas namun sampai hari ini belum ada seorangpun terbukti mendapatkan emas dari kegiatan penggalian yang dilakukan.

Padahal jika ada pihak yang mau melirik bidang usaha tambang batu cadas di wilayah ini, tentu saja bukan hal yang mustahil untuk dilakukan demi salah satu tujuan yaitu penyerapan tenaga kerja dan menggeliatkan roda ekonomi penduduk desa.

Di masa depan, Tlaga akan menjadi desa transit karena jalan propinsi membelah dari arah Jakarta via selatan melalui Tasik, Majenang, Karangpucung menuju Ajibarang, Purwokerto hingga kota lain di Jawa Tengah. Jalan tersebut sudah muncul di Peta, dan ketika suatu saat diperlukan karena ruas jalan yang ada tidak memadai akan volume kendaraan di masa mendatang, maka tinggal menunggu waktu kebijakan dari otoritas pemerintah daerah kapan mengaktifkan Jalan Raya tersebut.

Dengan demikian, potensi tambang yang ada akan lebih maksimal dalam hal pengangkutan ke daerah lain untuk memenuhi permintaan Batu cadas atau barang tambang lainnya.

Selasa, 27 Juli 2010

Internet Masuk Desa

Bukan karena campur tangan pemerintah semata kalau di desaku sudah ada internet, dan beberapa penduduknya melek internet. Namun lebih dari itu, dorongan dan keinginan sebagian besar warga masyarakat untuk penyelenggaraan internet untuk kebutuhan informasi, dan selebihnya tentu pencapaian kegembiraan ketika diketahui bahwa melalui internet semua orang bisa tersambung satu sama lain tanpa batasan ruang dan waktu.

Beberapa penduduk yang menggantungkan hidupnya di tanah rantau, baik di Ibu kota maupun di luar negeri, maka internet menjadi hal yang perlu untuk diadakan. Terdorong dari sebuah keadaan itulah, pelan tapi pasti beberap warga memakai internet meski dengan bantuan modem Handphone GSM sebagai perantaranya.

Makin ke sini, beberapa BTS mulai betebaran di perbukitan memanjakan pelanggan untuk memilih mana yang terbaik. Sekarang pilihan untuk ber internet tidak terpaku pada satu jaringan dan sarana handphone, tetapi beberapa sudah memakai modem USB dengan kecepatan lebih baik dari pada modem HP.

Penggunaan internet di wilayah terpencil masih sebatas browsing dan chating, namun beberapa pengguna mulai membuat blog dan situs untuk sekedar penyaluran hobi dan sebagai sarana belajar mengajar di sekolah.

Satu per satu, mimpiku mulai terwujud. Pasti bukan cuma mimpiku, ini mimpi massal dari orang-orang yang ingin tanah kelahirannya menuai kemajuan dari hari ke hari.

Dos:
dir *.*

Senin, 26 Juli 2010

Transportasi Desa

Adanya kereta gantung yang menghubungkan antara satu desa ke desa lain tentu akan sangat menarik sebagai desa wisata. Perbukitan yang hijau dengan pemandangan rumah penduduk dengan asap yang mengepul dari masing-masing dapur, pasti menjadi kesan tersendiri bagi para penikmat wisata alam.

Tujuan utama adanya kereta gantung adalah sebagai sarana transportasi alternatif yang cepat dari kendaraan konvensional yang ada. Perlu upaya dan tekad yang bulat untuk mewujudkan impian kereta gantung di sebuah desa terpencil. Tapi selalu tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini asal ada usaha yang terus menerus.

Ojek sekarang sudah mati suri karena keberadaan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh sebagian besar oleh penduduk desa. Hampir semua orang sudah memiliki kendaraan bermotor meskipun kebanyakan roda dua tapi mobilitas warga terlihat bergairah dewasa ini. Tegur sapa yang dulu penuh santun terlontar ketika berpasasan para penduduk yang berjalan kaki dari dan ke suatu tempat, kini hanya berbalas klakson meski itu masih dengan kerabat. Transportasi desa sudah mendesak untuk dirancang sistemnya agar suatu saat ketika sudah tersambung dengan jalur provinsi maka bukan hal yang rumit untuk membuka akses jalan untuk sekedar membuat layanan feeder bus ataupun trayek baru untuk angkutan umum.

Krisis Pangan

Krisis pangan bukan hal yang mencengangkan bagiku yang lahir dan besar di pelosok, bukan berarti sering menghadapi ketiadaan pangan, justru soal pangan kami dari desa tak pernah mengalami kekurangan. Kalau soal pangan untuk pemenuhan dasar gizi seperti karbohidrat, protein dan vitamin semuanya tersedia di desa. Asal apa?
mau usaha untuk menanam, lahan kosong tersedia di segala sudut perkara milik siapa adalah nomor sekian, karena yang paling terpenting adalah soal idealisme. Andai ada tuan tanah yang punya lahan tidur berhektar-hektar, untungnya di desaku tidak ada type tersebut, maka ia akan mengumpulkan para pemuda untuk menyiapkan lahan, bibit dan alat. Benih padi melimpah, benih palawija di mana-mana dari mulai cabai sampai kacang-kacangan, dari muluai sayur hingga mayur. Untuk pengadaan protein bukan pula menjadi perkara sulit, karena ayam kampung, kambing maupun ikan air tawar akan melengkapi gizi yang ada untuk lebih sempurna. Untuk buah-buahan juga bukan hal yang menyeramkan untuk tidak melakukan penanaman pada lahan yang subur seperti di desa ini.

Maka untuk pengadaan pangan hanya untuk lingkup desa ini tentu bukan proyek maha karya yang harus menelan milyaran rupiah ataupun harus gunting pita saat pembukaanya. Semua hanya pada soal kemauan setiap individu untuk tidak tergantung pada produk pertanian dari negara tertentu. Tanah kita sangat bisa untuk memenuhi semua unsur pangan dan gizi yang diperlukan untuk masyarakat. Negara agraris tapi rawan pangan?
oh.. kemon....

Apalagi kalau sampai ada yang bilang tikus mati di lumbung padi, mudah-mudahan tikus itu cuma karena kekenyangan. Apa lantas serta merta penduduk desa berbondong-bondong menanam cabai karena tergiur harga cabe belakangan ini yang fantastis. Monggo dipersilahkan, tanamlah cabai di pekarangan, di pot, di kebun, di pematang sawah tapi siapa jamin kalau massa panen tiba harga cabe masih mahal.

Mahalpun jadi polemik, kok..
Mahal, seharusnya petani sumringah punya pendapatan lebih dari biasanya. Tapi lagi-lagi, ketika harga komiditas ada peningkatan, lucunya semua barang-barang latah naik entah dari mana perhitungan dan sebab-sebab menjadi barang mahal. Dan celakanya petani dan rakyat kecil yang selalu menjerit dengan kenaikan harga pangan.

Yuk menanam...

Buah Tangan

Mimpiku tentang produk-produk kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk setempat dengan bahan baku yang ada di sekitarnya. Lampu hias dari bunga pinus, misalnya, atau pernak-pernik yang indah yang bernilai jual tinggi. Kelompok kreativitas akan terbentuk, dan persaingan akan terjadi. Bisa membuat kalau tidak bisa menjual?
Pertanyaan klasik, dan perlu jawaban sederhana pula.

Banyak sekali metode pemasaran barang kerajinan yang dapat kita terapkan. Salah satu yang sering kita jumpai adalah sinergi dengan lokasi wisata. Harus ada pengelolaan yang sesuai antara tempat wisata dan tempat menjajakan souvenir atau barang kerajinan.

Untuk di Tlaga, perlu adanya dorongan dari pihak pemerintah desa untuk terciptanya lokasi yang secara alam sudah menjadi tempat rekreasi dirubah sedemikian rupa agar menjadi tujuan wisata baik lokal maupun luar kecamatan. Tentu sangat luas untuk menjadikan suatu lokasi menjadi tujuan wisata, jalan yang bagus, pemandu wisata yang terlatih, rambu penunjuk arah yang memadai dan seterusnya.

Pihak perhutani bekerja sama dengan pemda untuk membuat kebijakan yang tegas dan konsisten supaya pelestarian hutan dan alam sekitar menjadi wajib adanya. Bila perlu kekuatan faktor x perlu dihembuskan agar alam tetap terjaga kelestariannya dengan mengadopsi sisi takut manusia.